Wednesday, January 23, 2013

Periodesasi Pendidikan Islam



     Menurut konsep pendidikan Islam, pendidikan agama dalam keluarga dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pendidikan prenatal dan pendidikan pasca natal, dan pendidikan konsepsi.


A.    Pendidikan Pra Konsepsi

      Pendidikan pra konsepsi ini adalah salah satu upaya persiapan pendidikan yang dimulai ketika seseorang memilih pasangan hidupnya sampai pada saat setelah terjadinya pembuahan dalam rahim sang ibu. Dalam kaitannya dengan hal ini, Islam telah mengajarkan hal-hal berikut :

1.      Dalam memilih pasangan hidup, Islam mengajarkan agar mengutamakan pengetahuan agamanya yang sama-sama beragama Islam, dan juga memiliki perangai dan tingkah laku yang baik. Rasulullah SAW bersabda, yang artinya :
“Wanita itu dikawini karena empat hal, yaitu karena kekayaannya, kecantikannya, keturunannya, dan karena agamanya, kamu pasti akan hidup bahagia.”
Berdasarkan hadits ini, sangatlah jelas bagaimana kita harus memilih calon pasangan hidup. Agama dan akhlak merupakan dua hal yang paling utama. Setelah kedua hal ini barulah faktor-faktor lain dipertimbangkan.
2.      Mencari rizki dan makanan yang halal. Seperti disebutkan dalam Q.S. An Nahl :114, yang berbunyi
    
Artinya :
“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.”
Apa yang kita konsumsi sehari-hari itu memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap keturunan, baik itu fisik maupun mental. Selain itu, menurut disiplin ilmu biologi, makanan yang baik dan bergizi itu memiliki pengaruh yang besra terhadap pematangan ovum dan spermatozoa yang kemudian akan menjadi janin yang sehat dan kuat.


B.     Pendidikan Pre-Natal

      Pendidikan prenatal merupakan pendidikan sebelum masa melahirkan. Masa ini ditandai dengan tiga fase, yaitu fase pemilihan jodoh, pernikahan dan kehamilan.

1.      Fase Pemilihan Jodoh
         Fase ini merupakan fase persiapan bagi seseorang yang telah dewasa untuk menghadapi hidup baru, yaitu berkeluarga. Berkenaan dengan hal ini, syari’at Islam telah meletakkan kaidah dan hokum bagi masing-masing pelamar dan yang dilamar, yaitu syarat yang penting dalam pemilihan calon istri dan calon suami.
a.       Syarat pemilihan calon istri
1.      Memilih wanita karena agamanya/wanita shalehah
Hal ini berdasarkan Sabda Rasulullah SAW, yang artinya “Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah.”
2.      Wanita yang hidup di lingkungan yang baik.
3.      Wanita yang jauh keturunannya dan jangan memilih yang dekat.
4.      Wanita yang gadis dan subur (dapat melahirkan)
b.      Syarat pemilihan calon suami
      Tidak banyak hadits yang menyebutkan tentang pemilihan calon suami sebagaimana halnya memilih calon istri. Rasulullah SAW bersabda yang artinya :
“Apabila kamu sekalian didatangi seseorang yang agama dan akhlaknya kamu ridhai, maka kawinkanlah ia. Jika kamu sekalian tidak melaksanakannya maka akan menjadi fitnah dimuka bumi ini dan tersebarlah kerusakan .” (HR. Tirmidzi)
      Berdasarkan hadits tersebut, maka jelaslah bahwa hal yang paling penting dalam memilih calon suami adalah dari agama yang dianutnya dan akhlak yang dimilikinya.

2.      Fase Perkawinan atau Pernikahan
         Ada beberapa aspek yang dijelaskan oleh syari’at Islam yang berhubungan dengan anjuran pernikahan/perkawinan antara lain :
a.       Perkawinan merupakan Sunnah Rasul
b.      Perkawinan untuk ketentraman kasih sayang
c.       Perkawinan untuk mendapatkan keturunan
d.      Perkawinan untuk memelihara pandangan dan menjaga kemaluan ddari kemaksiatan
         Setelah calon dipilih, diadakan peminangan dan selanjutnya dilaksanakan pernikahan dengan Walimatul al-Ursy nya. Yang menarik dari pernikahan dalam Islam adalah dibacakannya khutbah nikah sebelum ijab qabul.
         Dalam khutbah nikah, terkandung nilai-nilai pendidikan, antara lain :
1.      Peningkatan amal dan iman
2.      Pergaulan yang baik antara suami dengan istri
3.      Kerukunan dalam berumah tangga
4.      Memelihara sillaturrahim
5.      Mawas diri/berhati-hati dalam segala tindak dan perilaku

3.      Fase Kehamilan
      Salah satu tujuan rumah tangga adalah untuk mendapatkan seorang anak (keturunan). Karena itu, seorang istri berharap agar ia dapat melahirkan seorang anak. Untuk memiliki seorang anak dibutukhan proses selama sembilan bulan mengandung.
      Menurut Sabda Nabi, masa kehamilan memiliki beberapa tahapan, yaitu :
a.       Tahap Nuthfah
Pada tahap ini, calon anak masih dalam bentuk cairan sperma dan sel telur. Tahap ini berlangsung selama 40 hari.
b.      Tahap ‘Alaqah
Setelah berumur 80 hari, cairan tersebut berkembang bagaikan segumpal darah kental dan bergantung pada dinding rahim ibu.
c.       Tahap Mudghah
Setelah berumur 120 hari, segumpal darah tadi berkembang menjadi segumpal daging. Pada masa inilah, calon bayi telah siap menerima hembusan ruh dari Malaikat utusan Allah.
      Ada tiga faktor yang perlu dibicarakan berkaitan dengan proses pendidikan. Yaitu, pertama harus diyakini bahwa periode ini berawal dari adanya kehidupan. Hal ini dinyatakan dengan adanya perkembangan yang berawal dari nuthfah sampai menjadi mudghah, yang kemudian menjadi seorang bayi.
      Kedua, setelah berbentuk daging (mudghah), Allah mengutus malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya. Tamapaknya, ruh inilah yang menjadi tahap awal bergeraknya kehidupan psikis manusia.
      Disisi lain, perkembanagan psikis manusia juga dipengaruhi oleh kegembiraan ataupun penderitaan yang dialami oleh sang ibu. Kebahagiaan, kelincahan ataupun kesedihan, kemurungan yang ditunjukkan oleh sanh ibu ketika mengandung akan tercermin kepada tingkah laku bayi yang dilahirkan.
      Ketiga, aspek yang paling penting adalah aspek agama. Naluri agama sebenarnya sudah ada pada setiap individu jauh sebelum kelahirannya didunia nyata.
      Dalam fase kehamilan ini, ada beberapa kewajiban seorang wanita yang sedang mengandung. Yaitu,
·         Memakan makanan yang bergizi
·         Menghindari benturan-benturan
·         Menjauhi minuman keras, merokok, dan berbagai jenis makanan yang diharamkan Allah SWT
·         Menjaga rahim dengan baik
      Proses pendidikan konsepsi ini dilaksanakan secara tidak langsung. Yaitu sebagai berikut :
1.      Seorang ibu yang telah hamil harus mendo’akan anaknya
2.      Ibu harus selalu menjaga dirinya agar tetap memakan makanan dan minuman yang halal
3.      Ikhlas mendidik anak
4.      Memenuhi kebutuhan istri
Menurut Baihaqi A.K ada beberapa kebutuhan istri yang harus dipenuhi. Misalnya, kebutuhan untuk diperhatikan, kasih sayang, makanan ekstra, mengabulkan beberapa kemauan yang aneh, ketenangan, pengharapan, perawatan, dan keindahan.
5.      Taqarrub kepada Allah melalui ibadah wajib dan sunah
6.      Kedua orang tua berakhlak mulia. Akhlak mulia yang harus menjadi hiasan kedua orang tua antara lain, kasih sayang, sopa, lembut, pemaaf dan rukun.
      Menurut Zakiah Daradjad, proses pendidikan akan lebih berpengaruh kepada anak apabila diamalkan langsung oleh orang tuanya selama janin ada dalam kandungan. Kontak psikis secara langsung antara orang tua, terutama ibu dengan si janinlah yang sebenarnya disebut dengan pendidikan pada masa kehamilan.

C.    Pendidikan Pasca Natal
Pendidikan pasca natal yaitu pendidikan yang dimulai semenjak lahirnya anak samapai mereka dewasa, bahkan sampai meninggal dunia yang kita kenal dengan pendidikan seumur hidup.
Dalam upaya pengembangan pendidikan agama dalam keluarga, Rasulullah SAW telah memberikan tuntunan kepada kita agar mendidik anak sesuai dengan perkembangan jiwanya. Ada beberapa tahapan sesuai dengan perkembangan jiwa anak yaitu :
  1. Usia anak 0-3 tahun
Pada anak usia 0-3 tahun yang dapat dilakukan kedua orang tua adalah memberikan suasana kehidupan yang agamis seperti yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW, seperti :
a.       Membaca adzan pada telinga kanan dan iqomat pada telinga kiri sang bayi pada saat baru dilahirkan.
b.      Disembelihkan aqiqah, disamping sebagai rasa syukur atas kelahiran anak, juga mengajarkan kepada anak agar suka bersedekah dan pandai bersyukur.
c.       Memberikan nama kepada anak dengan nama yang baik.
d.      Anak dicukur rambutnya/dibersihkan dari kotorannya.
e.       Setelah sampai usia 3 tahun, hendaknya selalu diberikan suasana agamis dan dibiasakan mendengarkan bacaan al-qur’an.
Pada masa ini disebut juga dengan fase bayi (masa mulut/oral phrase). Disebut demikian karena bayi dapat mencapai ppemuasan kebutuhan hidupnya dengan menggunakan mulut. Cirri pada masa mulut yaitu :
a.       Pada bulan pertama bayi senang tidur sehingga disebut si penidur
b.      Hidupnya hanya makan, tidur, dan dibersihkan
c.       Seakan-akan belum ada hubungan dengan luar.
d.      Bila bangun tidur, akan bergerak secara spontan.
  1. Usia 3-7 tahun
Pada usia ini, anak sudah benar-benar dapat mulai dididik karena dalam perkembangan jiwanya sudah mulai mengenal bahasa. Bahkan, sesuai dengan pendapat-pendapat ahli ilmu jiwa agama mengatakan, pada usia 3-4 tahun, anak sudah mulia mengenal tahun.
Upaya pendidikan Islam yang dapat diberikan pada usia ini antara lain :
a.       Anak-anak mulai dilatih dan dibiasakan melakukan ajaran Islam yang bersifat praktis dan mudah
b.      Mendapatkan kasih sayang dari ayah dan ibu dengan pengenalan kepada Tuhan, Allah Swt.

Karakter anak pada fase ini
1.      Dapat mengontrol tindakannya
2.      Selalu ingin bergerak
3.      Berusaha mengenal lingkungan sekeliling
4.      Perkembangan yang cepat dalam berbicara
5.      Senantiasa ingin memiliki sesuatu
6.      Mulai membedakan antara yang benar dan yang salah
7.      Mulai mempelajari perilaku sosial

  1. Usia 7-13 tahun
Pada usia ini anak sudah mulai memasuki SD karena sudah mulai dapat menggunakan pikiran/rasionya. Dalam upaya pendidikan Islam, Rasulullah telah mengajarkan mengajarkan pada hadits yang artinya :
“Suruhlah anak-anak melakukan melakukan ibadah shalat pada usia 7 tahun dan bilamana smapai usia 10 tahun belum shalat, maka pukullah ia. Dan pisahkanlah tempat tidurnya.”
Karakteristik anak pada usia dini :
a.       Anak mulai bersekolah
b.      Guru mulai menjadi pujaan
c.       Gigi tetap mulai tumbuh
d.      Anak mulai gemar membaca
e.       Anak mulai malu apabila auratnya dilihat orang
f.       Hubungan anak dan ayah semakin erat
g.      Anak suka sekali menghafal

Tugas orang tua pada anak-anak usia tersebut adalah :
a)      Memasukkan anaknya ke sekolah yang tidak berbeda keyakinan
b)      Tetap mengawasi dan membimbing amaliyah agama sang anak
c)      Mmemberikan perhatian dan kasih sayang serta memberi kesempatan pada anaknya mengemukakan pendapat
d)     Memonitor pergaulan anak diluar rumah
e)      Menyediakan alat-alat atau fasilitas yang diperlukan dalam pendidikan agama

  1. Masa Remaja
Masa ini berlangsung dari umur 12-21 tahun. Pada masa remaja ini ditandai dengan adanya perubahan yang menyangkut gender sehingga sering juga disebut dengan peralihan dari aseksual menjadi seksual.
Selain itu, terjadi pula perubahan fisik dan perubahan psikis. Proses terbentuknya pendirian atau pandangan hidup dapat dipandang sebagai penemuan nilai-nilai hidup didalam eksplorasi remaja.
Menurut Sumardi Suryabrata, proses tersebut mulai tiga langkah. Yaitu :
a.       Karena tidak ada pedoman, si remaja merindukan sesuatu yang dianggap bernilai, pantas, dihargai, dan dipuja.
b.      Pada taraf yang kedua, objek pemujaan telah menjadi lebih jelas, yaitu pribadi yang dipandangnya mendukung sesuatu nilai.
c.       Pada taraf ketiga, si remaja telah dapat menghargai nilai-nilai lepas dari pendukungnya, nilai sebagai hal yang abstrak


  1. Masa Dewasa
Masa ini dibagi ke dalam tiga tahap, yakni :
a.       Dewasa dini
b.      Dewasa Madya
c.       Dewasa Akhir
Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, Jalaludin mengatakan bahwa sikap keagamaan pada orang dewasa memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.       Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan yang matang, bukan hanya sekedar ikut-ikutan
b.      Cenderung bersifat realis
c.       Bersikap positif terhadap ajaran dan norma agama dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam keagamaan
d.      Tingkat ketaatan agama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri
e.       Bersikap lebih terbuka dan wawasan lebih luas
f.       Bersikap lebih kritis
g.      Sikap keberagamaan cenderung mengarah kepada tipe-tipe kepribadian


Tuesday, January 22, 2013

Kesulitan Belajar



A.    Pengertian Kesulitan Belajar
 Ada beberapa pendapat mengenai pengertian kesulitan belajar.
a. Blassic dan Jones, sebagaimana dikutip oleh Warkitri dkk. (1990 : 8.3), menyatakan bahwa kesulitan belajar adalah terdapatnya suatu jarak antara prestasi akademik yang diharapkan dengan prestasi akademik yang diperoleh. Mereka selanjutnya menyatakan bahwa individu yang mengalami kesulitan belajar adalah individu yang normal intelegensinya, tetapi menunjukkan satu atau beberapa kekurangan penting dalam proses belajar, baik persepsi, ingatan, perhatian, ataupun fungsi motoriknya.
b. Siti Mardiyanti dkk. (1994 : 4 – 5) menganggap kesulitan belajar sebagai suatu kondisi dalam proses belajar yang ditandai oleh adanya hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar.
Di setiap sekolah dalam berbagai jenis dan tingkatan pasti memiliki anak didik yang berkesulitan belajar. Setiap kali kesulitan belajar anak didik yang satu dapat diatasi tetapi pada waktu yang lain muncul lagi kasus kesulitan belajar anak didik yang lain. Oleh karena itu harus diupayakan  beberapa strategi dan pendekatan agar anak didik dapat dibantu keluar dari kesulitan belajar. Adalah suatu anggapan yang keliru bahwa kesulitan belajar anak didik disebabkan oleh rendahnya intelegensi. Karena kenyataanya cukup banyak anak didik yang memiliki intelegensi tinggi tetapi hasil belajarnya rendah, jauh dari yang diharapkan. Sebaliknya masih banyak anak didik yang mempunyai intelegensi rata-rata normal bisa melebihi kepandaian anak didik yang memiliki intelegensi tinggi. Tetapi juga tidak dapat disangkal bahwa intelegensi yang tinggi memberi peluang yang besar bagi anak didik untuk meraih prestasi belajar yang tinggi. Oleh karena itu selain faktor intelegensi, faktor non-intelegensi juga diakui dapat menjadi penyebab kesulitan belajar.
Kesulitan belajar yang dirasakan anak didik bermacam-macam yang dapat dikelompokan menjadi empat yaitu
a.       Dilihat dari segi jenis kesulitan belajar:
-          Ada yang berat
-          Ada yang sedang
b.      Dilihat dari segi mata pelajaran yang dipelajari:
-          Ada yang sebagian mata pelajaran
c.       Dilihat dari segi sifat kesulitannya:
-          Ada yang sifatnya tetap
-          Ada yang sifatnya sementara
d.      Dilihat dari segi faktor penyebabnya:
-          Ada yang karena faktor intelegensi
-          Ada yang karena faktor non-intelegensi
Jadi, dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kesulitan belajar adalah suatu kondisi dimana anak didik tidak dapat belajar secara wajar disebabkan adanya ancaman, hambatan, atau gangguan dalam belajar.

B.      Faktor-Faktor Kesulitan Belajar
Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Selain itu, kesulitan belajar juga dapat dibuktikan dengan munculnya misbehavior atau maladaptif siswa seperti kesukaan berteriak-teriak di dalam kelas, mengganggu teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah, dan sering bolos. Ada yang meninjau bahwa kesulitan belajar itu dikarenakan oleh factor intern dan ekstern anak didik.
Menurut Muhibbin Syah, faktor-faktor anak didik meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik anak didik yaitu sebagai berikut:
a.          Faktor intern
Faktor ini meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko fisik siswa yakni: (1) yang bersifat kognitif seperti rendahnya kapasitas intelektual(intelegensi siswa), (2) yang bersifat afektif, antara lain labilnya emosi dan sikap, (3) yang bersifat psikomotor, antara lain seperti terganggunya alat-alat indera penglihatan dan pendengaran (mata dan telinga).
b.         Faktor ekstern.
Faktor ini meliputi semua situasi dan dan kondisi lingkungan siswa yang tidak kondusif bagi terwujudnya aktivitas-aktivitas belajar. Yang termasuk kedalam faktor ini adalah: (1) lingkungan keluarga, seperti ketidakharmonisan hubungan antara ayah dengan ibu, dan rendahnya tingkat kehidupan ekonomi keluarga, (2) lingkungan masyarakat, contohnya wilayah tempat tinggal yang kumuh, teman sepermainan (peer group) yang nakal, (3) lingkungan sekolah, seperti kondisi dan letak gedung yang buruk seperti dekat pasar, kondisi guru, serta alat-alat belajar yang berkualitas rendah.
Selain faktor-faktor yang bersifat umum diatas, kesulitan belajar bisa juga disebabkan oleh faktor khusus. Termasuk dalam faktor ini adalah sindrom psikologis berupa learning disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom (syndrome) berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator adanya keabnormalan psikis. Yang termasuk kedalam learning disability adalah: (1) Disleksia (dyslexia) yakni ketidakmampuan belajar membaca, (2) Disgrafia (dysgraphia) yakni ketidakmampuan menulis, (3) Diskalkulia (dyscalculia) yakni ketidakmampuan belajar matematika.
Menurut Muhibin Syah, anak didik yang mengalami sindrom-sindrom di atas, secara umum sebenarnya memiliki IQ yang normal, bahkan diantaranya ada yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Kesulitan belajar siswa yang menderita sindrom-sindrom di atas mungkin hanya disebabkan oleh adanya (minimal) brain dysfunction yakni gangguan ringan pada otak.

C.    Diagnosis Kesulitan Belajar
Diagnosis dilakukan dalam rangka memberikan solusi terhadap siswa yang mengalami kesulitan belajar. Untuk dapat memberikan solusi secara tepat atas kesulitan siswa, guru harus terlebih dahulu melakukan identifikasi (upaya mengenali gejala-gejala secara cermat terhadap fenomena-fenomena yang menunjukan adanya kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda siswa).
Dalam dunia kedokteran, diagnosis dilakukan dalam rangka menetapkan jenis penyakit yang diderita pasien. Dalam dunia guiden and counseling, diagnosis dilakukan untuk mengetahui dan menetapkan jenis masalah yang dihadapi klien lalu menentukan jenis bimbingan yang akan diberikan.
Secara garis besar, dalam melakukan diagnostik kesulitan belajar siswa, perlu ditempuh langkah-langkah sebagai berikut:

1.             Pengumpulan data
Untuk memperoleh informasi perlu diadakan pengamatan langsung terhadap objek yang bermasalah. Tehnik interviu(wawancara), tehnik dokumentasi ataupun observasi dapat dipakai untuk mengumpulkan data. Ketiga tehnik tersebut saling melengkapi dalam rangka keakuratan data. Dalam pengumpulan data dapat melalui kegiatan sebagai berikut:
a.       Kunjungan rumah
b.      Daftar pribadi
c.       Meneliti pekerjaan anak
d.      Meneliti tugas kelompok
e.       Melaksanakan tes.
2.             Pengolahan data
Data yang telah terkumpul tidak akan ada artinya jika tidak diolah secara cermat. Langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam rangka pengolahan data adalah sebagai berikut:
a.       Identifikasi kasus.
b.      Membandingkan antar kasus.
c.       Membandingkan dengan hasil tes.
d.      Menarik kesimpulan.
3.             Diagnosis
Diagnosis merupakan keputusan (penentuan) mengenai hasil dari pengolahan data. Diagnosis dapat berupa hal-hal sebagai berikut:
a.       Keputusan mengenai jenis kesulitam belajar anak didik yaitu berat dan ringannya tingkat kesulitan yang dirasakan anak didik.
b.      Keputusan mengenai factor-faktor yang ikut menjadi sumber penyebab kesulitan belajar anak didik.
c.       Keputusan mengenai factor utama yang menjadi sumber penyebab kesulitan belajar.
Jadi diagnosis merupakan penentuan jenis penyakit dengan meneliti(memeriksa) gejala-gejalanya atau proses pemeriksaan terhadap hal yang dipandang tidak beres, maka agar akurasi keputusan yang diambil tidak keliru tentu saja diperlukan kecermatan dan ketelitian tinggi. Oleh karena sebaiknya meminta bantuan tenaga ahli  dalam bidangnya sebagai berikut:
a.       Dokter, untuk mengetahui kesehatan anak.
b.      Psikolog, untuk mengetahui tingkat IQ anak.
c.       Psikiater, untuk mengetahui kejiwaan anak.
d.      Sosiolog, untuk mengetahui kelainan sosial yang mungkin dialami oleh anak.
e.       Guru kelas, untuk mengetahui perkembangan belajar anak selama di sekolah.
f.       Orang tua anak, untuk mengetahui kebiasaan anak di rumah.
4.             Prognosis
Keputusan yang diambil berdasarkan pada hasil diagnosis menjadi dasar pijakan dalam kegiatan prognosis. Dalam prognosis dilakukan kegiatan penyusunan program dan penetapan ramalan mengenai bantuan yang harus diberikan kepada anak untuk membantunya keluar dari kesulitan belajar.
Dalam penyusunan program bantuan terhadap anak didik yang berkesulitan belajar dapat diajukan pertanyaan-pertanyaan dengan menggunakan rumus 5W+1H:
a.       Who    : Siapakah yang memberikan bantuan kepada anak?
Siapakah yang harus mendapatkan bantuan?
b.      What   : Materi apa yang diperlukan? Alat bantu apa yang harus disediakan? Pendekan dan metode apa yang digunakan dalam memberikan bantuan kepada anak?
c.       When   : Kapan pemberian bantuan itu diberikan kepada anak?
d.      Where  : Dimana pemberian itu dilaksanakan?
e.       Which  : Anak didik yang mana diprioritaskan mendapatkan bantuan lebih dahulu?
f.       How    : Bagaimana pemberian bantuan itu dilaksanakan? Dengan cara pendekatan individual ataukah pendekatan kelompok? Bentuk treatment yang bagaimana yang mungkin diberikan kepada anak?

5.             Treatment
Treatment adalah perlakuan. Perlakuan disini dimaksudkan adalah pemberian bantuan kepada anak didik yang mengalami kesulitan belajar sesuai dengan program yang telah disusun pada tahap prognosis. Bentuk treatment yang mungkin dapat diberikan adalah:
a.       Melalui bimbingan belajar individual.
b.      Melalui bimibingan belajar kelompok.
c.       Melalui remedial teaching untuk mata pelajaran tertentu.
d.      Melalui bimbingan orang tua di rumah.
e.       Pemberian bimbingan pribadi untuk mengatasi masalah-masalah psikologi.
f.       Pemberian bimbingan mengenai cara belajar yang baik secara umum.
g.      Pemberian bimbingan mengenai cara belajar yang baik seuai dengan karakteristik setiap mata pelajaran.
Siapakah yang mendapat prioritas memberikan treatment? Hal tergantung pada bidang garapan yang telah diprogramkan. Bila dalam program, ternyata yang harus diatasi terlebih dahulu adalah penyembuhan penyakit kanker yang diderita oleh anak, maka masalah itulah yang harus ditangani. Bantuan dokter dalam masalah ini sangat diperlukan untuk mengobatinya, agar penyakit kanker anak itu dapat disembuhkan dalam waktu yang relative segera. Karena masalah itu dianggap berat dan guru bukan ahlinya. Tetapi bila kesulitan belajar itu menyangkut mata pelajaran tertentu, fiqih, kimia, atau bahasa arab, misalnya tidak perlu meminta bantuan dokter atau sosiolog, guru untuk masing-masing mata pelajaran itupun sudah bisa memberikan bantuan kepada anak didik. Demikianlah sesuai keahlian seseorang.
Ketepatan treatment yang diberikan kepada anak didik yang mengalami kesulitan belajar sangat tergantung kepada ketelitian dalam pengumpulan data, pengolahan data, dan diagnosis.
6.             Evaluasi
Evaluasi disini dimaksudkan untuk mengetahui apakah treatment yang telah diberikan berhasil dengan baik. Artinya ada kemajuan, yaitu anak dapat dibantu keluar dari lingkaran masalah kesulitan belajar, atau gagal sama sekali. Kemungkinan gagal atau berhasil treatment yang telah diberikan kepada anak, dapat diketahui sampai sejauh mana kebenaran jawaban anak terhadap item-item soal yang diberikan dalam jumlah tertentu dan dalam materi tertentu melalui alat evaluasi berupa tes prestasi belajar atau achievement test.
Bila hasil jawaban anak sebagian besar banyak yang salah, itu sebagai pertanda bahwa treatment gagal. Karenanya perlu adanya pengecekan kembali dengan cara mencari faktor-faktor penyebab dari kegagalan itu. Ada kemungkinan data yang terkumpul kurang lengkap, program yang disusun tidak jelas dan tepat, atau diagnosis yang diambil kurang akurat karena kesalahan membaca data, sehingga berdampak langsung dengan treatment.
Agar tidak terjadi kesalahan pengertian, disini perlu ditegaskan bahwa pengecekan kembali hanya dilakukan jika terjadi di kegagalan treatment berdasarkan evaluasi, dimana hasil prestasi anak didik rendah di bawah standar.
Secara teoritis langkah-langkah yang harus ditempuh dalam rangka pengecekan kembali atas treatment adalah sbagai berikut:
a.       Re-ceking data( baik yang berhubungan dengan masalah pengumpulan maupun pengolahan data)
b.      Re-diagnosis
c.       Re-prognosis
d.      Re-treatment
e.       Re-evaluasi
Bila treatment gagal harus di ulang. Kegagalan treatment yang kedua harus diulangi dengan treatment yang berikutnya. Begitulah seterusnya sampai benar-benar dapat mengeluarkan anak didik dari kesulitan belajar.